Jurnal

Minggu, 01 Agustus 2021

Corona, Antara Teror dan Cinta

Corona, Antara Teror dan Cinta

Virus Corona tak ayal menjadi teror bagi kita semua. Teror itu adalah Rasa takut. Takut akan keterasingan, cemoohan, kesendirian,  kehilangan, kesulitan ekonomi, dan  rasa takut terbesar adalah kematian. 

Simpang siurnya berita tentang covid pun menjadi teror tersendiri pagi para pembaca berita.

Saya sendiri takut jika sampai terkena covid. Sebuah gurauan berkata "Covid tuh udah kayak arisan. Siapa pun bisa jadi kena, tinggal nunggu waktu". Dan saat itu saya sadar itu bisa jadi benar. Saya berdoa pada Tuhan jika saya terpapar, semoga saya kuat dan sehat.

Senin 5 Juli 2021 saya deman, menggigil dan pusing. "Ya Allah jangan-jangan...oh tidak" batin saya. Rasa takut ini membuat saya gelisah, saya tidak bisa tidur dengan nyenyak. Teror ketakutan mulai menguasai pikiran saya.

Mencoba menghibur diri, "Ah mungkin ini hanya flu berat" sambil terus waspada, saya mulai mengisolasi diri dari suami dan anak-anak.

Sebuah Janji mengajak camping para murid menguatkan saya. "Saya harus sembuh demi anak-anak itu". Kecintaan pada para murid menguatkan saya untuk cepat sembuh agar bisa mengadakan camping virtual bersama mereka.

Rasa bahagia itu, membuat saya tidak sadar bahwa badan belum fit benar. Hingga sore setelah acara camping selesai, saya pun kehilangan penciuman.

Rasa takut kembali meneror saya. Belum reda rasa takut itu, keluarga dari Ciamis memberi kabar, bahwa bibi telah berpulang. Dalam video call keluarga. Saya tidak bisa menyembunyikan ekpresi saya. Saya pucat, lemas dan tak henti menangis. Saya merasakan teror lagi. Rasa Kehilangan bibi dan juga kehilangan penciuman. Sedihnya rasanya menjadi-jadi.

Akhirnya kami sekeluarga menjalani tes swab. Hasilnya 3 positif 1 negatif. Melihat bahwa bukan saya sendiri yang pesitif entah kenapa ada rasa lega dihati. Teror keterasingan telah memudar. Karena kami sekeluarga positif berarti kami akan berkumpul kembali. Bagaimana dengan si bungsu yang negatif. Dokter masih mengizinkan kami tinggal bersama asal ketat menggunakan masker. Bisa bersama keluarga tercinta menjalani masa sulit ternyata menjadi kekuatan tersendiri.

Berikutnya berbagai ungkap cinta selalu membersamai proses isoman kami. 

Setiap hari doa dan kiriman terus datang menguatkan kami. Semua kebutuhan mulai obat, vitamin, makanan, camilan, buah-buah, susu dan jamu, semuanya terpenuhi. Cinta para sahabat dan rekan sangat membantu proses kesembuhan kami. Kami tak henti bersyukur. Saat makanan berlebih tak lupa kami berbagi juga dengan sesama penyintas yang sedang isoman.

Kami merasa sehat, hanya bergejala ringan.  Sepertinya masih kuat untuk bepergian atau keluar rumah. Tapi kami tak boleh egois. Saat inilah diam adalah emas. Diam bagi yang terpapar adalah langkah tepat mengurangi penularan. 

Cinta perlahan menghilangkan teror demi teror yang lahir dari virus covid-19.

Kebersamaan keluarga adalah Cinta. Kehangatannya menepiskan teror  kesepian.

Dukungan dan support para sahabat adalah bukti cinta yang menguatkan hati, Meruntuhkan teror ketakutan, keterasingan dan kesulitan pangan. 

Ah.. banyak sekali hikmah yang kami dapatkan dari covid ini. Saya pernah menuliskannya di  @iiswardhana.

Kepada anak-anakku aku berpesan "Nak, ingatlah Tuhan terus mengirim para malaikat tak bersayap untuk membantu kita dimasa sulit ini. Apa yang kita tanam itulah yang kita tuai. Teruslah berbuat baik. Maka Tuhan dan orang2 disekitar, akan baik pada kita.

Jangan lupa bersyukur agar hati tenang dan bahagia"

1 Agustus 2021

Jumlah kata : 456

Back to Top